MODEL-MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK (TERPADU) DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA

Oleh:
 Junaidi Arsyad, Ahmad Syukur, M.Toguan, Suhaimah dan Nurbaiti

1.    Pendahuluan
            Sebuah pertanyaan penting mengawali pembahasan ini adalah apakah istilah “tematik” dan “terpadu” itu sama, mengingat kita sering mendengar kedua istilah ini digunakan secara bersamaan bahkan tumpang tindih? Agar arah pembahasan ini focus dan tidak timbul kebingungan, ada baiknya kita kaji sepintas tentang kedua istilah tersebut.
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi terbaru, tematik diartikan sebagai “ berkenaan dengan tema”; dan “tema” sendiri berarti “pokok pikiran; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak, dan sebagainya).”[1] Sebagai contoh, tema sandiwara ini ialah yang keji dan jahat pasti akan kalah oleh yang baik dan mulia.
            Tidak jauh berbeda dengan sumber literatur lainnya, Hendro Darmawan dkk, tematik diartikan sebagai “mengenai tema; yang pokok; mengenai lagu pokok”.[2] Sedangkan terpadu berarti “sudah padu (disatukan, dilebur menjadi satu, dan sebagainya).”[3]
            Dari uraian  tersebut, sekilas sudah tergambar bahwa istilah tematik dan terpadu, meskipun tampak beda tetapi sesungguhnya intinya sama, yaitu sama-sama berorientasi pada proses penyatuan. Kalau tematik pada hakikatnya berorientasi pada satu wujud melalui penyesuaian dengan satu tema (objek) tertentu, maka terpadu adalah membuat wujud baru yang satu dengan cara meleburkan berbagai wujud asal yang berbeda-beda.
Oleh karena itu dalam konteks implementasi kurikulum dapat dipahami bahwa pembelajaran tematik adalah salah satu model pembelajaran terpadu (integrated learning) pada jenjang taman kanak-kanak (TK/RA) atau sekolah dasar (SD/MI) untuk kelas awal (kelas 1, 2, dan 3) yang didasarkan pada tema-tema tertentu yang kontekstual dengan dunia anak.[4] Sementara itu, contoh untuk pembelajaran terpadu pada satuan pendidikan adalah pemaduan mata pelajaran IPA dan IPS di SMP atau Mts. Mata pelajaran IPA di SMP/MTs merupakan peleburan dari mata pelajaran kimia, fisika, dan biologi; sedangkan mata pelajaran IPS peleburan dari mata pelajaran geografi, ekonomi dan sosiologi.[5] Pendekatan tematik dirancang agar proses pembelajaran dari beberapa mata pelajaran yang diampu guru kelas yaitu PKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS yang dipelajari peserta didik menjadi lebih bermakna. Dengan pembelajaran tematik diharapkan pembelajaran lebih berkesinambungan dan tidak berdiri sendiri. Sementara untuk ketiga mata pelajaran (Agama, Olahraga dan mulok) dibelajarkan secara mandiri oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
 Untuk menyatukan persepsi, dalam makalah ini akan menggunakan istilah tematik terpadu, hal ini sejalan dengan semangat kurikulum 2013 yakni kurikulum tematik integratif. Dimana pembahasannya menyangkut hakikat, tujuan, teori yang mendasari, prinsip-prinsip pengembangannya, dasar-dasar pertimbangan, jenis strategi dan metode yang relevan serta prosedur penerapannya.
1.    Hakikat Model Pembelajaran Tematik Terpadu
Pembelajaan tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Menurut Rusman, dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:[6]
1.    Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
2.    Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
3.    Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4.    Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;
5.    Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
6.    Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
7.    Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Selain itu, sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik tersendiri, yakni:[7]
1.    Berpusat pada anak.
2.    Memberikan pengalaman langsung pada anak.
3.    Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas.
4.    Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses.
5.    Bersifat fleksibel.
6.    Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat, dan kebutuhan anak.
Jadi dalam menerapkan model pembelajaran tematik terpadu ini, kita haruslah melakukannya dengan cara yang bersahabat, menyenangkan, dan bermakna bagi anak. Sedangkan dalam menanamkan konsep atau pengetahuan dan keterampilan, anak tidak harus di-drill, tetapi ia belajar melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami. Bentuk pembelajaran ini dikenal dengan pembelajaran terpadu, dan pembelajarannya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak.

1.    Tujuan Model Pembelajaran Tematik Terpadu
Menurut Sukayati, Pembelajaran Tematik Terpadu dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, dengan tujuan siswa dapat:[8]
1.    Meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih bermakna.
2.    Mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah, dan memanfaatkan informasi
3.    Menumbuhkembangkan sikap positif, kebiasaan baik, dan nilai-nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan.
4.    Menumbuhkembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, serta menghargai pendapat orang lain.
5.    Meningkatkan gairah dalam belajar; dan
6.    Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

2.    Teori yang Mendasari Model Pembelajaran Tematik
Menurut Ahmad Fawzan Rohman, Model pembelajaran tematik terpadu (PTP) yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai integrated thematic instruction (ITI) dikembangkan mula-mula di awal tahun 1970-an. Pendekatan pembelajaran tematik integratif ini sebelumnya telah dikembangkan khusus untuk anak-anak berbakat dan bertalenta (gifted and talented), anak-anak yang cerdas, program perluasan belajar, dan peserta didik yang belajar cepat. Akhir-akhir ini Pembelajaran Tematik Terpadu (PTP) dianggap sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif (highly effective teaching model). Keefektifan model pembelajaran tematik terpadu dapat dilihat dari kemampuannya dalam mewadahi serta menyentuh secara terpadu ranah-ranah emosi (emotional), fisik (physical), dan akademik (academic) di dalam kelas atau di lingkungan sekolah.[9]
Sementara itu, konsep pembelajaran tematik terpadu sendiri pada dasarnya telah lama dikemukakan oleh Jhon Dewey sebagai upaya mengintegrasikan perkembangan dan pertumbuhan siswa serta kemampuan pengetahuannya. Ia memberikan pengertian bahwa pembelajaran tematik terpadu adalah pendekatan untuk mengembangkan pengetahuan siswa dalam pembentukan pengetahuan berdasarkan pada interaksi dengan lingkungan dan pengalaman kehidupannya. Hal ini membantu siswa untuk belajar menghubungkan hal yang telah dan sedang dipelajarinya. Dengan kata lain, model pembelajaran tematik terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa secara individual ataupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan autentik.[10]
Secara kualitatif terdapat perbedaan antara model pembelajaran tematik terpadu bila dibandingkan dengan model pembelajaran lainnya, yaitu dalam hal sifatnya yang akan memandu siswa agar dapat mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher levels of thinking) atau keterampilan berpikir dengan mengoptimasi kecerdasan ganda (multiple thinking skills), sebuah proses inovatif  bagi pengembangan dimensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.[11]
Menurut Uukurniawati,  model pembelajaran tematik ini berdasarkan dari teori Gestalt, dimana teori ini dimotori oleh para tokoh psikologi Gestalt, (termasuk teori Piaget) yang menekankan bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna dan menekankan juga pentingnya program pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan perkembangan anak. Pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada praktik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak. Pembelajaran ini berangakat dari teori pembelajaran yang menolak proses latihan/hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak.[12]
Sementara itu, Pendekatan model pembelajaran tematik terpadu menekankan pada keterkaitan (linkages) dan keterhubungan  (relationship) antar berbagai disiplin. Model  Pembelajaran Tematik Terpadu itu sendiri setidaknya ada   sepuluh   macam model, yaitu:
1.     Model Terhubung  (The Connected Model),
2.     Model Jaring Laba-Laba (The Webbed Model),
3.     Model   Tematik   Terpadu   (The Integrated Model),
4.     Model Sarang (The Nested Model),
5.     Model Penggalan (The Fragmented Model),
6.     Model Terurut (The Sequenced Model),
7.     Model Irisan   (The Shared Model),
8.     Model Galur (The Threaded Model),
9.     Model Celupan (The Immersed Model). Dan
10.                      Model Jaringan Kerja (The Networked  model).
 Dalam Model Tematik Terpadu, hanya ada tiga model yang  dikembangkan atau dikenalkan di sekolah maupun lembaga pendidikan tenaga keguruan (LPTK) di Indonesia. Ketiga model tersebut adalah (1) model keterhubungan (connected), (2) model jaring laba-laba (webbed) dan (3) model kerpaduan (integrated).

Model-Model Pembelajaran Terpadu[13]
1.    Model Pembelajaran Jaring Laba-Laba ( Webbed Model)
a)    Pengertian
Pembelajaran model Webbed adalah pembelajaran yang pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu yang menjadi tema sentral bagi keterhubungan berbagai bidang studi.
b)   Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan dari model jaring laba-laba (Webbed) meliputi:
1.  Penyeleksian tema sesuai dengan minat akan memotivasi anak untuk belajar
2.  lebih mudah dilakukan oleh guru yang belum berpengalaman
3.  Memudahkan perencanaan
4.  Pendekatan tematik dapat memotivasi siswa dan,
5.  memberikan kemudahan bagi anak didik dalam melihat kegiatan-kegiatan dan ide-ide berbeda yang terkait.
Selain kelebihan yang dimiliki, model Webbed juga memiliki beberapa kekurangan antara lain:

1.   Sulit dalam menyeleksi tema
2.  Cenderung untuk merumuskan tema yang dangkal dan,
3.  Dalam pembelajaran, guru lebih memusatkan perhatian pada kegiatan dari pada pengembangan konsep.
c). Contoh Model Jaring Laba-laba/Model Terjala (Webbed model)
Pada model pembelajaran tematik jaring laba-laba guru menyajikan pembelajaran dengan tema yang menghubungkan antar mata pelajaran. Model jaring laba-laba adalah pembelajaran yang mengintegrasikan materi pengajaran dan pengalaman belajar melalui keterpaduan tema. Tema menjadi pengikat keterkaitan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya.
1)      Tahap perencanaan
Langkah perancangan pembelajaran tematik adalah langkah-langkah yang harus dilakukan guru dalam perancangan pembelajaran yang berorientasi dalam pembelajaran tematik. Langkah persiapan pembelajaran tematik meliputi pemetaan kompetensi dasar pada tema, menentukan tema sentral, pemetaan pokok bahasan, penentuan alokasi waktu, perumusan tujuan pembelajaran, penentuan alat dan media pembelajaran, dan perencanaan evaluasi. Berikut ini adalah contoh merencanakan pembelajaran tematik model jaring laba-laba yang dimulai dari penjabaran kompetensi dasar beberapa mata pelajaran di kelas I ke dalam indikator:
• IPA
–          Mengenal bagian-bagian tubuh dan kegunaannya.
–          Menyebutkan nama bagian-bagian tubuh menceritakan kegunaan bagian bagian tubuh
–          Menyebutkan anggota gerak tubuh.
• Bahasa Indonesia
–          Menyebutkan nama bagian-bagian tubuh.
–          Menceritakan kegunaan bagian bagian tubuh.
–          Menyebutkan anggota gerak tubuh.
• Matematika 
–          Membilang banyak benda.
–          Membilang atau menghitung secara urut.
–          Menyebutkan banyak benda.
–           Membandingkan dua kumpulan benda melalui istilah lebih banyak, lebih sedikit, atau sama banyak.
• IPS
–          Mengiden-tifikasi identitas diri, keluarga, dan kerabat.
–          Menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan.
–          Menyebutkan nama ayah, ibu, saudara dan wali.
–          Menyebutkan alamat tempat tinggal.
–          Menyebutkan anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah.
• Kewarganegaraan
–          Menjelaskan perbedaan jenis kelamin, agama dan suku bangsa.
–          Menyebutkan berdasarkan jenis kelamin anggota keluarga.
• Pendidikan Agama Islam
–          Membiasakan perilaku terpuji.
–          Membiasakan perilaku jujur.
–          Membiasakan perilaku bertanggung jawab.
Setelah menjabarkan KD ke dalam indikator guru menentukan tema sentral dan memetakan keterhubungan antar mata pelajaran dengan tema sentral. Berikut ini adalah jaring-jaring tema dengan tema sentral keluargaku. tema sentral dan memetakan keterhubungan antar mata pelajaran dengan tema sentral.

2.  Pembelajaran Terpadu Tipe Keterkaitan (Connected)
     a. Pengertian
Connected Model (keterkaitan) adalah model pengembangan kurikulum yang menggabungkan secara jelas satu topik dengan topik berikutnya, satu konsep dengan konsep lainnya, satu kemampuan dengan kemampuan lainnya, kegiatan satu hari dengan hari lainnya, dalam satu mata pelajaran.
Model pembelajaran terpadu tipe connected atau keterhubungan pada
prinsipnya mengupayakan adanya keterkaitan antara konsep, keterampilan, topik, ide,
kegiatan dalam suatu bidang studi. Model ini tidak melatih siswa untuk melihat suatu
fakta dari berbagai sudut pandang, karena dalam model ini keterkaitan materi hanya
terbatas pada satu bidang studi saja. Model ini menghubungkan beberapa materi, atau konsep yang saling berkaitan dalam satu bidang studi. Materi yang terpisah-pisah akan tetapi mempunyai kaitan, dengan sengaja dihubungkan dan dipadukan dalam sebuah topik tertentu.
Contoh pengajaran menggunakan pembelajaran terpadu tipe terhubung (connected) :
1.   Guru menghubungkan/menggabungkan konsep matematika tentang uang dengan  konsep  jual beli, untung rugi, simpan pinjam, dan bunga.
2.    Guru menghubungkan/menggabungkan konsep matematika tentang uang dengan konsep jual  beli, untung rugi, simpan pinjam, dan bunga.
3.    Guru menghubungkan konsep pecahan dengan desimal, dan pecahan dengan uang, tingkatan, pembagian, rasio, dan sebagainya.
b. Kelebihan
– Guru akan dapat melihat gambaran yang menyeluruh dan kemampuan/indikator yang digabungkan;
   dampak positif dari mengaitkan ide-ide dalam satu bidang studi adalah siswa memperoleh gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu.
– menghubungkan ide-ide dalam suatu bidang studi sangat memungkinkan bagi siswa untuk mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide secara terus menerus sehingga memudahkan untuk terjadinya proses transfer ide-ide dalam memecahkan masalah.
– Kegiatan anak lebih terarah untuk mencapai kemampuan yang tertera pada indikator;
–  Siswa memperoleh gambaran secara siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus, sehingga terjadilah proses internalisasi.menyeluruh tentang suatu konsep sehingga transfer pengetahuan akan sangat mudah karena konsep-konsep pokok dikembangkan terus-menerus;
–  Siswa dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas dan luas dari konsep yang dijelaskan dan juga siswa diberi kesempatan untuk melakukan pedalaman, tinjauan, memperbaiki dan mengasimilasi gagasan secara bertahap.
c. Kekurangan
– Model ini belum memberikan gambaran yang menyeluruh karena belum menggabungkan bidang-bidang pengembangan/mata pelajaran yang lain;
– Masih kelihatan terpisahnya antar bidang studi, walaupun hubungan dibuat secara eksplisit antara mata pelajaran (interdisiplin).
– Tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi dari pelajaran tetap saja terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antar bidang studi,
– Memadukan ide-ide dalam satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan
– Model ini kurang mendorong guru bekerja sama karena relatif mudah dilaksanakan secara mandiri;
–  Bagi guru bidang studi mungkin kurang terdorong untuk menghubungkan konsep yang terkait karena sukarnya mengatur waktu untuk merundingkannya atau karena terfokus pada keterkaitan konsep, maka pembelajaran secara global jadi terabaikan.
 d. Kapan Menggunakan Connected Model
           Model ini digunakan sebagai permulaan kurikulum terpadu. Guru merasa percaya diri mencari keterhubungan dalam mata pelajaran mereka (jika guru bidang studi). Mereka menjadi mau mengadaptasikan hubungan ide-ide dalam mata pelajaran yang menyeberang. Pembuatan keterhubungan juga diselesaikan secara kolaborasi dalam pertemuan guru (departement meeting) dalam hal ini dalam kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) yang dapat terjadi lebih famillier. Guru dapat memulai model ini sebelum memasuki keterpaduan yang lebih kompleks.

3. Pembelajaran Terpadu Model Integrated (Terpadu)
a. Pengertian
Integrated Model adalah model pengembangan kurikulum yang menggunakan pendekatan lintas bidang ilmu utama dengan mencari keterampilan, konsep dan sikap yang tumpangtindih. Dalam konteks pembelajaran TK, Integrated Model adalah model pengembangan kurikulum yang menggunakan pendekatan lintas bidang pengembangan. Model ini berusaha memberikan gambaran yang utuh pada anak tentang tujuan melakukan kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam bidang-bidang pengembangan.
Contoh penerapan pembelajaran terpadu tipe keterpaduan adalah:
Pada awalnya guru menyeleksi konsep-konsep keterampilan dan nilai sikap yang diajarkan dalam satu semester dari beberapa mata pelajaran misalnya: matematika, IPS, IPA dan Bahasa. Selanjutnya dipilih beberapa konsep, keterampilan dan nilai sikap yang memiliki keterhubungan yang erat dan tumpang tindih di antara beberapa mata pelajaran.
b. Kelebihan
1). Guru akan dapat melihat gambaran yang menyeluruh dari kemampuan yang dikembangkan dari berbagai bidang studi/mata pelajaran;
2).  Memberikan kegiatan yang lebih terarah pada tiap bidang pengembangan untuk mencapai kemampuan yang telah ditentukan pada indikator;
3). Siswa merasa senang dengan adanya keterkaitan dan hubungan timbale balik antar berbagai disiplin ilmu;
4). Memperluas wawasan dan apresiasi guru.
c.  Kekurangan
1). Cukup sulit dilaksanakan karena membutuhkan guru yang berkemampuan tinggi dan yakin dengan konsep dan kemampuan yang akan dikembangkan di setiap bidang pengembangan;
2). Kurang efektif karena membutuhkan kerjasama dari banyak guru;
3). Sulit mencari keterkaitan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya, juga mencari keterkaitan aspek keterampilan yang terkait;
4). Dibutuhkan banyak waktu pada beberapa mata pelajaran untuk didiskusikan guna mencari keterkaitan dan mencari tema.
            Dari ketiga model tersebut dapat disimpulkan bahwa, Model keterhubungan, pada prinsipnya mengupayakan dengan sengaja adanya  keterhubungan konsep, keterampilan, topik, ide, kegiatan dalam satu bidang studi. Pada model ini, siswa tidak terlatih untuk melihat suatu fakta dari berbagai sudut pandang, karena pada model ini keterkaitan materi hanya terbatas pada satu bidang studi saja.
Model jaring laba laba (webbed) merupakan model dengan menggunakan pendekatan tematik. Karena karakterik dari model ini adalah menggunakan pendekatan tema maka dalam model ini, tema dijadikan sebagai pemersatu dari beberapa mata pelajaran. Setelah tema  ditemukan. Baru dikembangkan sub-sub temanya dengan memperhatikan kaitanya dengan mata pebelajaran yang dipadukan.
Sedangkan model keterpaduan merupakan model yang menggunakan pendekatan antar bidang studi. Diupayakan penggabungan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep dan sikap yang tumpang tindih di dalam beberapa bidang studi. Model ini sulit di laksanakan sepenuhnya mengingat sulitnya menemukan materi dari setiap bidang studi yang benar–benar tumpang tindih dalam satu semester, dan sangat membutuhkan keterampilan guru yang cukup tinggi dalam perencanaan dan pelaksanaanya.[14]
Secara spesifik Teori-teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Tematik adalah:
1.    Teori belajar Konstrutivisme
Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya.
1.    Teori belajar Pieget
Menurut Ratna Dahar, Piaget menyatakan bahwa, setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.[15]
Piaget juga menyatakan, usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut:
(1).Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional,
(3). Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda,
(4). Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan
(5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.[16]
1.    Prinsip-Prinsip Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Terpadu

Jika diklasifikasikan, setidaknya ada empat kelompok prinsip-prinsip pengembangan Pembelajaran Tematik:[17]
1. Prinsip Penggalian Tema
  • Tema hendaknya tidak terlalau luas, namun dengan mudah digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran.
  • Tema harus bermakna, maksudnya adalah tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa-siswi untuk belajar selanjutnya.
  • Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak
  • Tema harus mewadahi sebagian besar minat anak
  • Tema hendaknya berkaitan dengan peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar
  • Tema hendaknya sesuai dengan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat (asas relevansi)
  • Tema hendaknya sesuai dengan ketersediaan dengan sumber belajar.
2. Prinsip Pengelolaan Pembelajaran
  • Guru tidak menjadi single actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar-mengajar.
  • Pemberian tanggungjawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerjasama kelompok. Dan
  • Guru harus mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan.
3.Prinsip Evaluasi
  • Memberikan kesempatan kepada siswa-siswi untuk; mengevaluasi diri sendiri (self evaluation) di samping bentuk evalauasi lain;
  • Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan keriteria keberhasilan pencapaian tujuan.
4.Prinsip Reaksi
  • Guru harus bereaksi terhadap aksi siswa-siswi dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit melainkan ke suatu kesatuan yang utuh dan bermakna. Pembelajaran tematik memungkinkan hal ini dan guru hendaknya menemukan kiat-kiat untuk memunculkan ke permukaan hal-hal yang dicapai melalui dampak pengiring tersebut.
F. Dasar Pertimbangan Pemilihan Pembelajaran Tematik
Terdapat beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan model pembelajaran tematik, diantaranya :
1.    Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan untuk memadukan mata pelajaran.
2.    Tema harus bermakna, maksudnya tema yang dipilih intuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya.
3.    Tema harus disesuaikan dengan perkembangan siswa.
4.    Tema yang dikembangkan harus mampu menunjukan sebagian minat siswa.
5.    Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa yang terjadi didalam rentang waktu belajar.
6.    Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat.
7.    Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.[18]
1.    Jenis Strategi dan Metode Yang Relevan di Gunakan dalam Model Pembelajaran Tematik

Model pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memberikan peluang untuk menggunakan berbagai strategi dan metode pembelajaran agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan mampu mengembangkan berbagai potensi dan keterampilan dalam diri siswa termasuk keterampilan untuk berpikir kritis. Model pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran tematik yang dimodifikasi dengan strategi dan metode yang ditujukan untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kritis bagi siswa Sekolah Dasar.
Model pembelajaran bukanlah satu-satunya cara dalam penyampaian tujuan pembelajaran, metode pelajaran juga memegang peranan yang amat penting, dalam rangka mengaktikan siswa dalam proses pembelajaran maka salah satu metode yang sesuai adalah metode kerja kelompok. Kerja kelompok adalah suatu cara penyajian pelajaran dengan cara siswa mengerjakan sesuatu (tugas) dalam situasi kelompok dibawah bimbingan guru.
Selaras dengan  karateristik pembelajaran tematik, maka dalam pembelajaran yang dilakukan perlu dipersiapkan bervariasi kegiatan dengan menggunakan multimetode, misalnya metode eksperimen, metode bermain perran, metode diskusi, metode demonstrasi maupun metode dialog.[19]
1.    Prosedur Penerapan Model Pembelajaran Tematik dalam Pembelajaran PAI[20]
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran  Tematik
Satuan pendidikan      :  SD Rahmatan Lil ’Alamin
Kelas / semester          :  IV (empat) / 1 (satu)
Tema / Sub Tema        :  Selalu Berhemat Energi / Gaya dan Gerak
Alokasi waktu             :  6 x 35 menit
A. Kompetensi inti
1.    Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya
2.    Menunjukkan  perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, tetangga, dan guru
3.    Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu secara kritis tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain
4.    Menyajikan pengetahuan faktual  dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis dalam karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia
B. Kompetensi Dasar dan Indikator
Bahasa Indonesia
1.1. Meresapi makna anugerah Tuhan Yang Maha Esa berupa bahasa Indonesia yang diakui sebagai bahasa persatuan yang kokoh dan sarana belajar untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
2.4. Memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan sumber daya alam melalui pemanfaatan bahasa Indonesia
3.4. Menggali informasi dari teks cerita petualangan tentang lingkungan dan sumber daya alam dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku: Menggali informasi tentang unsur-unsur cerita dari teks cerita
4.4. Menyajikan teks cerita petualangan tentang lingkungan dan sumber daya alam secara mandiri dalam teks bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku dengan rasa percaya diri: Menceritakan pengalaman dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan memperhatikan unsur-unsur ceritanya.
IPA
2.1. Memiliki kepedulian terhadap gaya, gerak, energi panas, bunyi, cahaya, dan energi alternatif melalui pemanfaatan bahasa Indonesia
3.3. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi melalui pengamatan, serta mendeskripsikan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari: Mengidentifikasi tentang gaya gravitasi dalam aktivitas sehari-hari
4.3. Menyajikan laporan hasil percobaan gaya dan gerak menggunakan tabel dan grafik dengan: Mengisi  tabel hasil percobaan gaya gravitasi
IPS
2.3. Memiliki perilaku santun dan jujur tentang jenis-jenis usaha dan kegiatan ekonomi melalui pemanfaatan bahasa Indonesia
3.5. Memahami manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam,sosial, budaya, dan ekonomi: Mengidentifikasi sikap yang harus dimiliki ketika berinteraksi dengan orang lain
4.5. Menceritakan manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi : Menjelaskan cara berinteraksi dengan orang lain di sekolah
SBdP     
1.2. Mengakui dan mensyukuri anugerah Tuhan yang Maha Esa atas keberadaan lingkungan dan sumber daya alam, alat teknologi modern dan tradisional, perkembangan teknologi, energi, serta permasalahan sosial
3.5. Mengetahui berbagai alur cara dan pengolahan media karya kreatif : Mengamati alur cara membuat parasut
4.14. Membuat karya kreatif yang diperlukan untuk melengkapi proses pembelajaran dengan memanfaatkan bahan di lingkungan: Membuat parasut untuk menunjukkan pengaruh gaya gravitasi dalam kehidupan sehari-hari
C. TUJUAN
–  Setelah melakukan percobaan, siswa mampu menyimpulkan tentang gaya gravitasi dengan benar.
– Dengan mengamati langkah-langkah pengerjaan, siswa dapat membuat parasut sesuai dengan runtutan yang benar.
– Setelah bermain parasut, siswa dapat menceritakan kembali kegiatan bermain mereka dengan memperhatikan unsur-unsur cerita dalam sebuah karangan.
– Dengan membuat refleksi sikap, siswa dapat menuliskan cara berinteraksi yang baik dengan orang lain.

D. MATERI
IPA
  • Pengaruh Gaya Gravitasi dalam kehidupan sehari-hari
SENI, BUDAYA DAN PRAKARYA
  • Membuat parasut
BAHASA INDONESIA
  • Unsur-unsur Cerita
  • Menceritakan pengalaman
IPS
  • Interaksi dengan orang lain
E.  PENDEKATAN & METODE
  • Pendekatan : Scientific
  • Model pembelajaran: Cooperatif Learning tipe STAD
  • Metode: 1. Eksperimen; 2. Diskusi; 3. Tanya jawab; 4. Penugasan
  • Karakter yang dikembangkan: Rasa ingin tahu, peduli, percaya diri, santun, disiplin, sopan
F. KEGIATAN  PEMBELAJARAN
1.    Pendahuluan 
1.  Mengajak semua siswa berdo’a menurut agama dan keyakinan masing-masing ;
2.  Melakukan komunikasi  tentang kehadiran siswa;
3. Bertanya jawab dengan siswa mengenai kegiatan pembelajaran sebelumnya dan menghubungkan dengan kegiatan yang akan dilakukan;
 4. Menginformasikan tema yang akan dibelajarkan yaitu tentang “Selalu berhemat energi” dan sub tema yaitu “Gaya dan Gerak”;
5. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai setelah proses pembelajaran berlangsung 15 menit.
2.    Inti
1.  Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen;
2. Siswa mengamati teks yang ada di buku tentang gaya gravitasi dalam kehidupan sehari-hari dengan rasa percaya diri;
3. Siswa melakukan percobaan untuk mengetahui  gaya gravitasi bersama dengan teman sekelompoknya;
4. Siswa diberikan kesempatan untuk bereksplorasi dengan benda-benda di kelas;
5. Siswa berdiskusi untuk mengambil kesimpulan dari tabel yang dibuatnya, yang belum mengerti diberikan penjelasan oleh temannya;
 6. Siswa menyimpulkan percobaan yang telah dilakukan 180 menit;
1. Siswa mengamati cara kerja membuat parasut ;
2. Siswa  membuat parasut untuk membuktikan adanya gaya gravitasi;
3. Siswa berdiskusi tentang hubungan permainan parasut dengan gaya gravitasi;
 4. Siswa yang sudah mengerti dengan rasa peduli memberikan penjelasan kepada siswa yang belum mengerti sampai semua anggota dalam kelompok mengerti;
5. Siswa menceritakan pengalamannya dengan rasa percaya diri bermain parasut dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan memperhatikan unsur-unsur ceritanya;
6. Siswa juga menjelaskan tentang sikap yang harus ditunjukan saat bermain parasut dan manfaat yang diperoleh dari mempraktikkan sikap itu.
3.    Penutup
1. Guru memberikan evaluasi berbentuk kuis (untuk mengetahui hasil ketercapaian materi);
2. Bersama-sama siswa membuat kesimpulan hasil belajar;
3. Mengajak semua siswa berdo’a menurut agama dan keyakinan masing-masing (untuk menutup kegiatan pembelajaran) 15 menit
G. Sumber dan  Media
1. Buku Guru Tematik  kelas IV ; Indonesia. 2013, Selalu Berhemat Energi, Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta
2.  Buku Siswa Tematik  kelas IV ; Indonesia. 2013, Selalu Berhemat Energi, Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta
3. Tutup stoples
4. Paku
5. Spidol
6. Gunting
7. Kantong plastik/kresek
8. Benang
9. Boneka kecil
10. Kertas HVS
11. Pulpen
12. Kelereng

H. PENILAIAN
1. Prosedur Penilaian :
– Penilaian Proses: Menggunakan format yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran sejak dari kegiatan awal sampai dengan kegiatan akhir
– Penilaian hasil
2. Instrumen  Penilaian :
– Penilaian Kinerja :
– Kriteria Penilaian B.Indonesia dan IPA  ;
– Kriteria: Bagus Sekali, Bagus, Cukup, Berlatih lagi.
Kemampuan siswa menggali informasi dari teks  Siswa mampu menemukan 3 unsur cerita (tema, latar, tokoh) dari teks yang dibacanya (5) Siswa menemukan 2 unsur cerita dari teks yang dibacanya; (4) Siswa menemukan 1 unsur cerita dari teks yang dibacanya; (3) Siswa belum mampu menemukan unsur-unsur cerita dalam teks yang dibacanya ; (1) Kemampuan mengidentifikasi gaya gravitasi dalam kehidupan sehari-hari Siswa mampu menjelaskan konsep gaya gravitasi dan hal yang mempengaruhi kecepatan jatuh benda serta memberi contoh beberapa gaya gravitasi; (5)Siswa mampu menjelaskan konsep gaya gravitasi dan  hal yang mempengaruhi kecepatan jatuh benda; (4)Siswa mampu menjelaskan konsep gaya gravitasi atau menjelaskan hal yang mempengaruhi kecepatan jatuh benda; (3)Siswa belum mampu menjelaskan konsep gaya gravitasi hal yang mempengaruhi kecepatan jatuh benda.
  • Nilai maksimal   : 10
  • Nilai Minimal      : 2
Mengetahui,
Kepala Sekolah SD…….                                            Guru Mata Pelajaran PKn
_______________________                                   _______________________
NIP.                                                                       NIP.
1.    Kesimpulan

            Pembelajaran tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).
Model keterhubungan, pada prinsipnya mengupayakan dengan sengaja adanya  keterhubungan konsep, keterampilan, topik, ide, kegiatan dalam satu bidang studi. Pada model ini, siswa tidak terlatih untuk melihat suatu fakta dari berbagai sudut pandang, karena pada model ini keterkaitan materi hanya terbatas pada satu bidang studi saja.
Model jaring laba laba (webbed) merupakan model dengan menggunakan pendekatan tematik. Karena karakterik dari model ini adalah menggunakan pendekatan tema maka dalam model ini, tema dijadikan sebagai pemersatu dari beberapa mata pelajaran. Setelah tema  ditemukan. Baru dikembangkan sub-sub temanya dengan memperhatikan kaitanya dengan mata pebelajaran yang dipadukan.
Sedangkan model keterpaduan merupakan model yang menggunakan pendekatan antar bidang studi. Diupayakan penggabungan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep dan sikap yang tumpang tindih di dalam beberapa bidang studi. Model ini sulit di laksanakan sepenuhnya mengingat sulitnya menemukan materi dari setiap bidang studi yang benar–benar tumpang tindih dalam satu semester, dan sangat membutuhkan keterampilan guru yang cukup tinggi dalam perencanaan dan pelaksanaanya.

 Oleh:
 Junaidi Arsyad, Ahmad Syukur, M.Toguan, Suhaimah dan Nurbaiti

1.    Pendahuluan
            Sebuah pertanyaan penting mengawali pembahasan ini adalah apakah istilah “tematik” dan “terpadu” itu sama, mengingat kita sering mendengar kedua istilah ini digunakan secara bersamaan bahkan tumpang tindih? Agar arah pembahasan ini focus dan tidak timbul kebingungan, ada baiknya kita kaji sepintas tentang kedua istilah tersebut.
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi terbaru, tematik diartikan sebagai “ berkenaan dengan tema”; dan “tema” sendiri berarti “pokok pikiran; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak, dan sebagainya).”[1] Sebagai contoh, tema sandiwara ini ialah yang keji dan jahat pasti akan kalah oleh yang baik dan mulia.
            Tidak jauh berbeda dengan sumber literatur lainnya, Hendro Darmawan dkk, tematik diartikan sebagai “mengenai tema; yang pokok; mengenai lagu pokok”.[2] Sedangkan terpadu berarti “sudah padu (disatukan, dilebur menjadi satu, dan sebagainya).”[3]
            Dari uraian  tersebut, sekilas sudah tergambar bahwa istilah tematik dan terpadu, meskipun tampak beda tetapi sesungguhnya intinya sama, yaitu sama-sama berorientasi pada proses penyatuan. Kalau tematik pada hakikatnya berorientasi pada satu wujud melalui penyesuaian dengan satu tema (objek) tertentu, maka terpadu adalah membuat wujud baru yang satu dengan cara meleburkan berbagai wujud asal yang berbeda-beda.
Oleh karena itu dalam konteks implementasi kurikulum dapat dipahami bahwa pembelajaran tematik adalah salah satu model pembelajaran terpadu (integrated learning) pada jenjang taman kanak-kanak (TK/RA) atau sekolah dasar (SD/MI) untuk kelas awal (kelas 1, 2, dan 3) yang didasarkan pada tema-tema tertentu yang kontekstual dengan dunia anak.[4] Sementara itu, contoh untuk pembelajaran terpadu pada satuan pendidikan adalah pemaduan mata pelajaran IPA dan IPS di SMP atau Mts. Mata pelajaran IPA di SMP/MTs merupakan peleburan dari mata pelajaran kimia, fisika, dan biologi; sedangkan mata pelajaran IPS peleburan dari mata pelajaran geografi, ekonomi dan sosiologi.[5] Pendekatan tematik dirancang agar proses pembelajaran dari beberapa mata pelajaran yang diampu guru kelas yaitu PKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS yang dipelajari peserta didik menjadi lebih bermakna. Dengan pembelajaran tematik diharapkan pembelajaran lebih berkesinambungan dan tidak berdiri sendiri. Sementara untuk ketiga mata pelajaran (Agama, Olahraga dan mulok) dibelajarkan secara mandiri oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
 Untuk menyatukan persepsi, dalam makalah ini akan menggunakan istilah tematik terpadu, hal ini sejalan dengan semangat kurikulum 2013 yakni kurikulum tematik integratif. Dimana pembahasannya menyangkut hakikat, tujuan, teori yang mendasari, prinsip-prinsip pengembangannya, dasar-dasar pertimbangan, jenis strategi dan metode yang relevan serta prosedur penerapannya.
1.    Hakikat Model Pembelajaran Tematik Terpadu
Pembelajaan tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Menurut Rusman, dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:[6]
1.    Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
2.    Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
3.    Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4.    Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;
5.    Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
6.    Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
7.    Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Selain itu, sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik tersendiri, yakni:[7]
1.    Berpusat pada anak.
2.    Memberikan pengalaman langsung pada anak.
3.    Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas.
4.    Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses.
5.    Bersifat fleksibel.
6.    Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat, dan kebutuhan anak.
Jadi dalam menerapkan model pembelajaran tematik terpadu ini, kita haruslah melakukannya dengan cara yang bersahabat, menyenangkan, dan bermakna bagi anak. Sedangkan dalam menanamkan konsep atau pengetahuan dan keterampilan, anak tidak harus di-drill, tetapi ia belajar melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami. Bentuk pembelajaran ini dikenal dengan pembelajaran terpadu, dan pembelajarannya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak.

1.    Tujuan Model Pembelajaran Tematik Terpadu
Menurut Sukayati, Pembelajaran Tematik Terpadu dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, dengan tujuan siswa dapat:[8]
1.    Meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih bermakna.
2.    Mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah, dan memanfaatkan informasi
3.    Menumbuhkembangkan sikap positif, kebiasaan baik, dan nilai-nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan.
4.    Menumbuhkembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, serta menghargai pendapat orang lain.
5.    Meningkatkan gairah dalam belajar; dan
6.    Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

2.    Teori yang Mendasari Model Pembelajaran Tematik
Menurut Ahmad Fawzan Rohman, Model pembelajaran tematik terpadu (PTP) yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai integrated thematic instruction (ITI) dikembangkan mula-mula di awal tahun 1970-an. Pendekatan pembelajaran tematik integratif ini sebelumnya telah dikembangkan khusus untuk anak-anak berbakat dan bertalenta (gifted and talented), anak-anak yang cerdas, program perluasan belajar, dan peserta didik yang belajar cepat. Akhir-akhir ini Pembelajaran Tematik Terpadu (PTP) dianggap sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif (highly effective teaching model). Keefektifan model pembelajaran tematik terpadu dapat dilihat dari kemampuannya dalam mewadahi serta menyentuh secara terpadu ranah-ranah emosi (emotional), fisik (physical), dan akademik (academic) di dalam kelas atau di lingkungan sekolah.[9]
Sementara itu, konsep pembelajaran tematik terpadu sendiri pada dasarnya telah lama dikemukakan oleh Jhon Dewey sebagai upaya mengintegrasikan perkembangan dan pertumbuhan siswa serta kemampuan pengetahuannya. Ia memberikan pengertian bahwa pembelajaran tematik terpadu adalah pendekatan untuk mengembangkan pengetahuan siswa dalam pembentukan pengetahuan berdasarkan pada interaksi dengan lingkungan dan pengalaman kehidupannya. Hal ini membantu siswa untuk belajar menghubungkan hal yang telah dan sedang dipelajarinya. Dengan kata lain, model pembelajaran tematik terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa secara individual ataupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan autentik.[10]
Secara kualitatif terdapat perbedaan antara model pembelajaran tematik terpadu bila dibandingkan dengan model pembelajaran lainnya, yaitu dalam hal sifatnya yang akan memandu siswa agar dapat mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher levels of thinking) atau keterampilan berpikir dengan mengoptimasi kecerdasan ganda (multiple thinking skills), sebuah proses inovatif  bagi pengembangan dimensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.[11]
Menurut Uukurniawati,  model pembelajaran tematik ini berdasarkan dari teori Gestalt, dimana teori ini dimotori oleh para tokoh psikologi Gestalt, (termasuk teori Piaget) yang menekankan bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna dan menekankan juga pentingnya program pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan perkembangan anak. Pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada praktik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak. Pembelajaran ini berangakat dari teori pembelajaran yang menolak proses latihan/hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak.[12]
Sementara itu, Pendekatan model pembelajaran tematik terpadu menekankan pada keterkaitan (linkages) dan keterhubungan  (relationship) antar berbagai disiplin. Model  Pembelajaran Tematik Terpadu itu sendiri setidaknya ada   sepuluh   macam model, yaitu:
1.     Model Terhubung  (The Connected Model),
2.     Model Jaring Laba-Laba (The Webbed Model),
3.     Model   Tematik   Terpadu   (The Integrated Model),
4.     Model Sarang (The Nested Model),
5.     Model Penggalan (The Fragmented Model),
6.     Model Terurut (The Sequenced Model),
7.     Model Irisan   (The Shared Model),
8.     Model Galur (The Threaded Model),
9.     Model Celupan (The Immersed Model). Dan
10.                      Model Jaringan Kerja (The Networked  model).
 Dalam Model Tematik Terpadu, hanya ada tiga model yang  dikembangkan atau dikenalkan di sekolah maupun lembaga pendidikan tenaga keguruan (LPTK) di Indonesia. Ketiga model tersebut adalah (1) model keterhubungan (connected), (2) model jaring laba-laba (webbed) dan (3) model kerpaduan (integrated).

Model-Model Pembelajaran Terpadu[13]
1.    Model Pembelajaran Jaring Laba-Laba ( Webbed Model)
a)    Pengertian
Pembelajaran model Webbed adalah pembelajaran yang pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu yang menjadi tema sentral bagi keterhubungan berbagai bidang studi.
b)   Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan dari model jaring laba-laba (Webbed) meliputi:
1.  Penyeleksian tema sesuai dengan minat akan memotivasi anak untuk belajar
2.  lebih mudah dilakukan oleh guru yang belum berpengalaman
3.  Memudahkan perencanaan
4.  Pendekatan tematik dapat memotivasi siswa dan,
5.  memberikan kemudahan bagi anak didik dalam melihat kegiatan-kegiatan dan ide-ide berbeda yang terkait.
Selain kelebihan yang dimiliki, model Webbed juga memiliki beberapa kekurangan antara lain:

1.   Sulit dalam menyeleksi tema
2.  Cenderung untuk merumuskan tema yang dangkal dan,
3.  Dalam pembelajaran, guru lebih memusatkan perhatian pada kegiatan dari pada pengembangan konsep.
c). Contoh Model Jaring Laba-laba/Model Terjala (Webbed model)
Pada model pembelajaran tematik jaring laba-laba guru menyajikan pembelajaran dengan tema yang menghubungkan antar mata pelajaran. Model jaring laba-laba adalah pembelajaran yang mengintegrasikan materi pengajaran dan pengalaman belajar melalui keterpaduan tema. Tema menjadi pengikat keterkaitan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya.
1)      Tahap perencanaan
Langkah perancangan pembelajaran tematik adalah langkah-langkah yang harus dilakukan guru dalam perancangan pembelajaran yang berorientasi dalam pembelajaran tematik. Langkah persiapan pembelajaran tematik meliputi pemetaan kompetensi dasar pada tema, menentukan tema sentral, pemetaan pokok bahasan, penentuan alokasi waktu, perumusan tujuan pembelajaran, penentuan alat dan media pembelajaran, dan perencanaan evaluasi. Berikut ini adalah contoh merencanakan pembelajaran tematik model jaring laba-laba yang dimulai dari penjabaran kompetensi dasar beberapa mata pelajaran di kelas I ke dalam indikator:
• IPA
–          Mengenal bagian-bagian tubuh dan kegunaannya.
–          Menyebutkan nama bagian-bagian tubuh menceritakan kegunaan bagian bagian tubuh
–          Menyebutkan anggota gerak tubuh.
• Bahasa Indonesia
–          Menyebutkan nama bagian-bagian tubuh.
–          Menceritakan kegunaan bagian bagian tubuh.
–          Menyebutkan anggota gerak tubuh.
• Matematika 
–          Membilang banyak benda.
–          Membilang atau menghitung secara urut.
–          Menyebutkan banyak benda.
–           Membandingkan dua kumpulan benda melalui istilah lebih banyak, lebih sedikit, atau sama banyak.
• IPS
–          Mengiden-tifikasi identitas diri, keluarga, dan kerabat.
–          Menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan.
–          Menyebutkan nama ayah, ibu, saudara dan wali.
–          Menyebutkan alamat tempat tinggal.
–          Menyebutkan anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah.
• Kewarganegaraan
–          Menjelaskan perbedaan jenis kelamin, agama dan suku bangsa.
–          Menyebutkan berdasarkan jenis kelamin anggota keluarga.
• Pendidikan Agama Islam
–          Membiasakan perilaku terpuji.
–          Membiasakan perilaku jujur.
–          Membiasakan perilaku bertanggung jawab.
Setelah menjabarkan KD ke dalam indikator guru menentukan tema sentral dan memetakan keterhubungan antar mata pelajaran dengan tema sentral. Berikut ini adalah jaring-jaring tema dengan tema sentral keluargaku. tema sentral dan memetakan keterhubungan antar mata pelajaran dengan tema sentral.

2.  Pembelajaran Terpadu Tipe Keterkaitan (Connected)
     a. Pengertian
Connected Model (keterkaitan) adalah model pengembangan kurikulum yang menggabungkan secara jelas satu topik dengan topik berikutnya, satu konsep dengan konsep lainnya, satu kemampuan dengan kemampuan lainnya, kegiatan satu hari dengan hari lainnya, dalam satu mata pelajaran.
Model pembelajaran terpadu tipe connected atau keterhubungan pada
prinsipnya mengupayakan adanya keterkaitan antara konsep, keterampilan, topik, ide,
kegiatan dalam suatu bidang studi. Model ini tidak melatih siswa untuk melihat suatu
fakta dari berbagai sudut pandang, karena dalam model ini keterkaitan materi hanya
terbatas pada satu bidang studi saja. Model ini menghubungkan beberapa materi, atau konsep yang saling berkaitan dalam satu bidang studi. Materi yang terpisah-pisah akan tetapi mempunyai kaitan, dengan sengaja dihubungkan dan dipadukan dalam sebuah topik tertentu.
Contoh pengajaran menggunakan pembelajaran terpadu tipe terhubung (connected) :
1.   Guru menghubungkan/menggabungkan konsep matematika tentang uang dengan  konsep  jual beli, untung rugi, simpan pinjam, dan bunga.
2.    Guru menghubungkan/menggabungkan konsep matematika tentang uang dengan konsep jual  beli, untung rugi, simpan pinjam, dan bunga.
3.    Guru menghubungkan konsep pecahan dengan desimal, dan pecahan dengan uang, tingkatan, pembagian, rasio, dan sebagainya.
b. Kelebihan
– Guru akan dapat melihat gambaran yang menyeluruh dan kemampuan/indikator yang digabungkan;
   dampak positif dari mengaitkan ide-ide dalam satu bidang studi adalah siswa memperoleh gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu.
– menghubungkan ide-ide dalam suatu bidang studi sangat memungkinkan bagi siswa untuk mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide secara terus menerus sehingga memudahkan untuk terjadinya proses transfer ide-ide dalam memecahkan masalah.
– Kegiatan anak lebih terarah untuk mencapai kemampuan yang tertera pada indikator;
–  Siswa memperoleh gambaran secara siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus, sehingga terjadilah proses internalisasi.menyeluruh tentang suatu konsep sehingga transfer pengetahuan akan sangat mudah karena konsep-konsep pokok dikembangkan terus-menerus;
–  Siswa dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas dan luas dari konsep yang dijelaskan dan juga siswa diberi kesempatan untuk melakukan pedalaman, tinjauan, memperbaiki dan mengasimilasi gagasan secara bertahap.
c. Kekurangan
– Model ini belum memberikan gambaran yang menyeluruh karena belum menggabungkan bidang-bidang pengembangan/mata pelajaran yang lain;
– Masih kelihatan terpisahnya antar bidang studi, walaupun hubungan dibuat secara eksplisit antara mata pelajaran (interdisiplin).
– Tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi dari pelajaran tetap saja terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antar bidang studi,
– Memadukan ide-ide dalam satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan
– Model ini kurang mendorong guru bekerja sama karena relatif mudah dilaksanakan secara mandiri;
–  Bagi guru bidang studi mungkin kurang terdorong untuk menghubungkan konsep yang terkait karena sukarnya mengatur waktu untuk merundingkannya atau karena terfokus pada keterkaitan konsep, maka pembelajaran secara global jadi terabaikan.
 d. Kapan Menggunakan Connected Model
           Model ini digunakan sebagai permulaan kurikulum terpadu. Guru merasa percaya diri mencari keterhubungan dalam mata pelajaran mereka (jika guru bidang studi). Mereka menjadi mau mengadaptasikan hubungan ide-ide dalam mata pelajaran yang menyeberang. Pembuatan keterhubungan juga diselesaikan secara kolaborasi dalam pertemuan guru (departement meeting) dalam hal ini dalam kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) yang dapat terjadi lebih famillier. Guru dapat memulai model ini sebelum memasuki keterpaduan yang lebih kompleks.

3. Pembelajaran Terpadu Model Integrated (Terpadu)
a. Pengertian
Integrated Model adalah model pengembangan kurikulum yang menggunakan pendekatan lintas bidang ilmu utama dengan mencari keterampilan, konsep dan sikap yang tumpangtindih. Dalam konteks pembelajaran TK, Integrated Model adalah model pengembangan kurikulum yang menggunakan pendekatan lintas bidang pengembangan. Model ini berusaha memberikan gambaran yang utuh pada anak tentang tujuan melakukan kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam bidang-bidang pengembangan.
Contoh penerapan pembelajaran terpadu tipe keterpaduan adalah:
Pada awalnya guru menyeleksi konsep-konsep keterampilan dan nilai sikap yang diajarkan dalam satu semester dari beberapa mata pelajaran misalnya: matematika, IPS, IPA dan Bahasa. Selanjutnya dipilih beberapa konsep, keterampilan dan nilai sikap yang memiliki keterhubungan yang erat dan tumpang tindih di antara beberapa mata pelajaran.
b. Kelebihan
1). Guru akan dapat melihat gambaran yang menyeluruh dari kemampuan yang dikembangkan dari berbagai bidang studi/mata pelajaran;
2).  Memberikan kegiatan yang lebih terarah pada tiap bidang pengembangan untuk mencapai kemampuan yang telah ditentukan pada indikator;
3). Siswa merasa senang dengan adanya keterkaitan dan hubungan timbale balik antar berbagai disiplin ilmu;
4). Memperluas wawasan dan apresiasi guru.
c.  Kekurangan
1). Cukup sulit dilaksanakan karena membutuhkan guru yang berkemampuan tinggi dan yakin dengan konsep dan kemampuan yang akan dikembangkan di setiap bidang pengembangan;
2). Kurang efektif karena membutuhkan kerjasama dari banyak guru;
3). Sulit mencari keterkaitan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya, juga mencari keterkaitan aspek keterampilan yang terkait;
4). Dibutuhkan banyak waktu pada beberapa mata pelajaran untuk didiskusikan guna mencari keterkaitan dan mencari tema.
            Dari ketiga model tersebut dapat disimpulkan bahwa, Model keterhubungan, pada prinsipnya mengupayakan dengan sengaja adanya  keterhubungan konsep, keterampilan, topik, ide, kegiatan dalam satu bidang studi. Pada model ini, siswa tidak terlatih untuk melihat suatu fakta dari berbagai sudut pandang, karena pada model ini keterkaitan materi hanya terbatas pada satu bidang studi saja.
Model jaring laba laba (webbed) merupakan model dengan menggunakan pendekatan tematik. Karena karakterik dari model ini adalah menggunakan pendekatan tema maka dalam model ini, tema dijadikan sebagai pemersatu dari beberapa mata pelajaran. Setelah tema  ditemukan. Baru dikembangkan sub-sub temanya dengan memperhatikan kaitanya dengan mata pebelajaran yang dipadukan.
Sedangkan model keterpaduan merupakan model yang menggunakan pendekatan antar bidang studi. Diupayakan penggabungan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep dan sikap yang tumpang tindih di dalam beberapa bidang studi. Model ini sulit di laksanakan sepenuhnya mengingat sulitnya menemukan materi dari setiap bidang studi yang benar–benar tumpang tindih dalam satu semester, dan sangat membutuhkan keterampilan guru yang cukup tinggi dalam perencanaan dan pelaksanaanya.[14]
Secara spesifik Teori-teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Tematik adalah:
1.    Teori belajar Konstrutivisme
Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya.
1.    Teori belajar Pieget
Menurut Ratna Dahar, Piaget menyatakan bahwa, setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.[15]
Piaget juga menyatakan, usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut:
(1).Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional,
(3). Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda,
(4). Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan
(5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.[16]
1.    Prinsip-Prinsip Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Terpadu

Jika diklasifikasikan, setidaknya ada empat kelompok prinsip-prinsip pengembangan Pembelajaran Tematik:[17]
1. Prinsip Penggalian Tema
  • Tema hendaknya tidak terlalau luas, namun dengan mudah digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran.
  • Tema harus bermakna, maksudnya adalah tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa-siswi untuk belajar selanjutnya.
  • Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak
  • Tema harus mewadahi sebagian besar minat anak
  • Tema hendaknya berkaitan dengan peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar
  • Tema hendaknya sesuai dengan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat (asas relevansi)
  • Tema hendaknya sesuai dengan ketersediaan dengan sumber belajar.
2. Prinsip Pengelolaan Pembelajaran
  • Guru tidak menjadi single actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar-mengajar.
  • Pemberian tanggungjawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerjasama kelompok. Dan
  • Guru harus mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan.
3.Prinsip Evaluasi
  • Memberikan kesempatan kepada siswa-siswi untuk; mengevaluasi diri sendiri (self evaluation) di samping bentuk evalauasi lain;
  • Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan keriteria keberhasilan pencapaian tujuan.
4.Prinsip Reaksi
  • Guru harus bereaksi terhadap aksi siswa-siswi dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit melainkan ke suatu kesatuan yang utuh dan bermakna. Pembelajaran tematik memungkinkan hal ini dan guru hendaknya menemukan kiat-kiat untuk memunculkan ke permukaan hal-hal yang dicapai melalui dampak pengiring tersebut.
F. Dasar Pertimbangan Pemilihan Pembelajaran Tematik
Terdapat beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan model pembelajaran tematik, diantaranya :
1.    Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan untuk memadukan mata pelajaran.
2.    Tema harus bermakna, maksudnya tema yang dipilih intuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya.
3.    Tema harus disesuaikan dengan perkembangan siswa.
4.    Tema yang dikembangkan harus mampu menunjukan sebagian minat siswa.
5.    Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa yang terjadi didalam rentang waktu belajar.
6.    Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat.
7.    Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.[18]
1.    Jenis Strategi dan Metode Yang Relevan di Gunakan dalam Model Pembelajaran Tematik

Model pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memberikan peluang untuk menggunakan berbagai strategi dan metode pembelajaran agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan mampu mengembangkan berbagai potensi dan keterampilan dalam diri siswa termasuk keterampilan untuk berpikir kritis. Model pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran tematik yang dimodifikasi dengan strategi dan metode yang ditujukan untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kritis bagi siswa Sekolah Dasar.
Model pembelajaran bukanlah satu-satunya cara dalam penyampaian tujuan pembelajaran, metode pelajaran juga memegang peranan yang amat penting, dalam rangka mengaktikan siswa dalam proses pembelajaran maka salah satu metode yang sesuai adalah metode kerja kelompok. Kerja kelompok adalah suatu cara penyajian pelajaran dengan cara siswa mengerjakan sesuatu (tugas) dalam situasi kelompok dibawah bimbingan guru.
Selaras dengan  karateristik pembelajaran tematik, maka dalam pembelajaran yang dilakukan perlu dipersiapkan bervariasi kegiatan dengan menggunakan multimetode, misalnya metode eksperimen, metode bermain perran, metode diskusi, metode demonstrasi maupun metode dialog.[19]
1.    Prosedur Penerapan Model Pembelajaran Tematik dalam Pembelajaran PAI[20]
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran  Tematik
Satuan pendidikan      :  SD Rahmatan Lil ’Alamin
Kelas / semester          :  IV (empat) / 1 (satu)
Tema / Sub Tema        :  Selalu Berhemat Energi / Gaya dan Gerak
Alokasi waktu             :  6 x 35 menit
A. Kompetensi inti
1.    Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya
2.    Menunjukkan  perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, tetangga, dan guru
3.    Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu secara kritis tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain
4.    Menyajikan pengetahuan faktual  dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis dalam karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia
B. Kompetensi Dasar dan Indikator
Bahasa Indonesia
1.1. Meresapi makna anugerah Tuhan Yang Maha Esa berupa bahasa Indonesia yang diakui sebagai bahasa persatuan yang kokoh dan sarana belajar untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
2.4. Memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan sumber daya alam melalui pemanfaatan bahasa Indonesia
3.4. Menggali informasi dari teks cerita petualangan tentang lingkungan dan sumber daya alam dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku: Menggali informasi tentang unsur-unsur cerita dari teks cerita
4.4. Menyajikan teks cerita petualangan tentang lingkungan dan sumber daya alam secara mandiri dalam teks bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku dengan rasa percaya diri: Menceritakan pengalaman dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan memperhatikan unsur-unsur ceritanya.
IPA
2.1. Memiliki kepedulian terhadap gaya, gerak, energi panas, bunyi, cahaya, dan energi alternatif melalui pemanfaatan bahasa Indonesia
3.3. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi melalui pengamatan, serta mendeskripsikan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari: Mengidentifikasi tentang gaya gravitasi dalam aktivitas sehari-hari
4.3. Menyajikan laporan hasil percobaan gaya dan gerak menggunakan tabel dan grafik dengan: Mengisi  tabel hasil percobaan gaya gravitasi
IPS
2.3. Memiliki perilaku santun dan jujur tentang jenis-jenis usaha dan kegiatan ekonomi melalui pemanfaatan bahasa Indonesia
3.5. Memahami manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam,sosial, budaya, dan ekonomi: Mengidentifikasi sikap yang harus dimiliki ketika berinteraksi dengan orang lain
4.5. Menceritakan manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi : Menjelaskan cara berinteraksi dengan orang lain di sekolah
SBdP     
1.2. Mengakui dan mensyukuri anugerah Tuhan yang Maha Esa atas keberadaan lingkungan dan sumber daya alam, alat teknologi modern dan tradisional, perkembangan teknologi, energi, serta permasalahan sosial
3.5. Mengetahui berbagai alur cara dan pengolahan media karya kreatif : Mengamati alur cara membuat parasut
4.14. Membuat karya kreatif yang diperlukan untuk melengkapi proses pembelajaran dengan memanfaatkan bahan di lingkungan: Membuat parasut untuk menunjukkan pengaruh gaya gravitasi dalam kehidupan sehari-hari
C. TUJUAN
–  Setelah melakukan percobaan, siswa mampu menyimpulkan tentang gaya gravitasi dengan benar.
– Dengan mengamati langkah-langkah pengerjaan, siswa dapat membuat parasut sesuai dengan runtutan yang benar.
– Setelah bermain parasut, siswa dapat menceritakan kembali kegiatan bermain mereka dengan memperhatikan unsur-unsur cerita dalam sebuah karangan.
– Dengan membuat refleksi sikap, siswa dapat menuliskan cara berinteraksi yang baik dengan orang lain.

D. MATERI
IPA
  • Pengaruh Gaya Gravitasi dalam kehidupan sehari-hari
SENI, BUDAYA DAN PRAKARYA
  • Membuat parasut
BAHASA INDONESIA
  • Unsur-unsur Cerita
  • Menceritakan pengalaman
IPS
  • Interaksi dengan orang lain
E.  PENDEKATAN & METODE
  • Pendekatan : Scientific
  • Model pembelajaran: Cooperatif Learning tipe STAD
  • Metode: 1. Eksperimen; 2. Diskusi; 3. Tanya jawab; 4. Penugasan
  • Karakter yang dikembangkan: Rasa ingin tahu, peduli, percaya diri, santun, disiplin, sopan
F. KEGIATAN  PEMBELAJARAN
1.    Pendahuluan 
1.  Mengajak semua siswa berdo’a menurut agama dan keyakinan masing-masing ;
2.  Melakukan komunikasi  tentang kehadiran siswa;
3. Bertanya jawab dengan siswa mengenai kegiatan pembelajaran sebelumnya dan menghubungkan dengan kegiatan yang akan dilakukan;
 4. Menginformasikan tema yang akan dibelajarkan yaitu tentang “Selalu berhemat energi” dan sub tema yaitu “Gaya dan Gerak”;
5. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai setelah proses pembelajaran berlangsung 15 menit.
2.    Inti
1.  Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen;
2. Siswa mengamati teks yang ada di buku tentang gaya gravitasi dalam kehidupan sehari-hari dengan rasa percaya diri;
3. Siswa melakukan percobaan untuk mengetahui  gaya gravitasi bersama dengan teman sekelompoknya;
4. Siswa diberikan kesempatan untuk bereksplorasi dengan benda-benda di kelas;
5. Siswa berdiskusi untuk mengambil kesimpulan dari tabel yang dibuatnya, yang belum mengerti diberikan penjelasan oleh temannya;
 6. Siswa menyimpulkan percobaan yang telah dilakukan 180 menit;
1. Siswa mengamati cara kerja membuat parasut ;
2. Siswa  membuat parasut untuk membuktikan adanya gaya gravitasi;
3. Siswa berdiskusi tentang hubungan permainan parasut dengan gaya gravitasi;
 4. Siswa yang sudah mengerti dengan rasa peduli memberikan penjelasan kepada siswa yang belum mengerti sampai semua anggota dalam kelompok mengerti;
5. Siswa menceritakan pengalamannya dengan rasa percaya diri bermain parasut dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan memperhatikan unsur-unsur ceritanya;
6. Siswa juga menjelaskan tentang sikap yang harus ditunjukan saat bermain parasut dan manfaat yang diperoleh dari mempraktikkan sikap itu.
3.    Penutup
1. Guru memberikan evaluasi berbentuk kuis (untuk mengetahui hasil ketercapaian materi);
2. Bersama-sama siswa membuat kesimpulan hasil belajar;
3. Mengajak semua siswa berdo’a menurut agama dan keyakinan masing-masing (untuk menutup kegiatan pembelajaran) 15 menit
G. Sumber dan  Media
1. Buku Guru Tematik  kelas IV ; Indonesia. 2013, Selalu Berhemat Energi, Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta
2.  Buku Siswa Tematik  kelas IV ; Indonesia. 2013, Selalu Berhemat Energi, Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta
3. Tutup stoples
4. Paku
5. Spidol
6. Gunting
7. Kantong plastik/kresek
8. Benang
9. Boneka kecil
10. Kertas HVS
11. Pulpen
12. Kelereng

H. PENILAIAN
1. Prosedur Penilaian :
– Penilaian Proses: Menggunakan format yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran sejak dari kegiatan awal sampai dengan kegiatan akhir
– Penilaian hasil
2. Instrumen  Penilaian :
– Penilaian Kinerja :
– Kriteria Penilaian B.Indonesia dan IPA  ;
– Kriteria: Bagus Sekali, Bagus, Cukup, Berlatih lagi.
Kemampuan siswa menggali informasi dari teks  Siswa mampu menemukan 3 unsur cerita (tema, latar, tokoh) dari teks yang dibacanya (5) Siswa menemukan 2 unsur cerita dari teks yang dibacanya; (4) Siswa menemukan 1 unsur cerita dari teks yang dibacanya; (3) Siswa belum mampu menemukan unsur-unsur cerita dalam teks yang dibacanya ; (1) Kemampuan mengidentifikasi gaya gravitasi dalam kehidupan sehari-hari Siswa mampu menjelaskan konsep gaya gravitasi dan hal yang mempengaruhi kecepatan jatuh benda serta memberi contoh beberapa gaya gravitasi; (5)Siswa mampu menjelaskan konsep gaya gravitasi dan  hal yang mempengaruhi kecepatan jatuh benda; (4)Siswa mampu menjelaskan konsep gaya gravitasi atau menjelaskan hal yang mempengaruhi kecepatan jatuh benda; (3)Siswa belum mampu menjelaskan konsep gaya gravitasi hal yang mempengaruhi kecepatan jatuh benda.
  • Nilai maksimal   : 10
  • Nilai Minimal      : 2
Mengetahui,
Kepala Sekolah SD…….                                            Guru Mata Pelajaran PKn
_______________________                                   _______________________
NIP.                                                                       NIP.
1.    Kesimpulan

            Pembelajaran tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).
Model keterhubungan, pada prinsipnya mengupayakan dengan sengaja adanya  keterhubungan konsep, keterampilan, topik, ide, kegiatan dalam satu bidang studi. Pada model ini, siswa tidak terlatih untuk melihat suatu fakta dari berbagai sudut pandang, karena pada model ini keterkaitan materi hanya terbatas pada satu bidang studi saja.
Model jaring laba laba (webbed) merupakan model dengan menggunakan pendekatan tematik. Karena karakterik dari model ini adalah menggunakan pendekatan tema maka dalam model ini, tema dijadikan sebagai pemersatu dari beberapa mata pelajaran. Setelah tema  ditemukan. Baru dikembangkan sub-sub temanya dengan memperhatikan kaitanya dengan mata pebelajaran yang dipadukan.
Sedangkan model keterpaduan merupakan model yang menggunakan pendekatan antar bidang studi. Diupayakan penggabungan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep dan sikap yang tumpang tindih di dalam beberapa bidang studi. Model ini sulit di laksanakan sepenuhnya mengingat sulitnya menemukan materi dari setiap bidang studi yang benar–benar tumpang tindih dalam satu semester, dan sangat membutuhkan keterampilan guru yang cukup tinggi dalam perencanaan dan pelaksanaanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rilis PATCH 1.0 Aplikasi Dapodikdasmen Versi 2018.b

TIPS TARIK PESERTA DIDIK DI DAPODIK SECARA ONLINE